Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Manakah yang lebih baik, miskin yang sabar ataukah kaya yang bersyukur?
Jika
kita disodori dua pilihan ini, jujur saja, akan banyak diatara kita
yang mengambil pilihan kedua, kaya yang bersyukur. Karena secara naluri,
kita lebih siap untuk menikmati kekayaan dari pada menderita
kemiskinan.
Antara Nabi Ayub & Nabi Sulaiman ‘alaihimas Salam
Dalam
perjalanan panjang sejarah kehidupan manusia, Allah telah mencipatakan
dua tipe mausia di atas, agar dijadikan panutan bagi masyarakat generasi
berikutnya.
Allah ciptakan Nabi Ayub sebagai sosok yang dikenal
sangat penyabar, di tengah ujian sangat berat yang beliau alami.
Terkadang ada orang yang diberi nikmat harta namun tidak memiliki nikmat
sehat. Dia tidak bisa menikmati hartanya, karena sakit-sakitan.
Sebaliknya,
ada yang diberi nikmat sehat wal-afiyat tapi tidak berharta. Ketika dia
menginginkan untuk menikmati banyak hal, namun tidak bisa terwujud.
Karena kantongnya tidak cukup untuk menjangkaunya. Yang terjadi pada
Nabi Ayub, beliau mendapatkan kedua-duanya. Beliau menderita kemiskinan
sangat parah, dan sakit fisik yang juga sangat mengenaskan. Allah
sebutkan doa Ayub,
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
Ingatlah
hamba Kami, Ayub. Ketika dia berdoa memanggil Rabnya, “Sesunngguhnya
setan menimpakan kemadharatan kepada dengannusb dan adzab.” (QS. Shad: 41)
Sebagian ahli tafsir menyebutkan,
Makna nusb : musibah sakit yang beliau derita
Makna adzab : musibah yang membersihakn semua harta dan anaknya.
Sebelumnya,
Ayub adalah oang soleh yang sangat kaya, hartanya melimpah dan memiliki
banyak anak. Allah mengujinya, dengan membalik keadaannya. Hebatnya,
datangnya semua ujian itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Semua
anaknya diambil berikut hartanya. Sanak kerabatnya menjauhinya, hingga
beliau harus keliling dari satu sampah ke sampah untuk mendapatkan
sesuap makanan. Sampai akhirnya beliau sakit parah, tidak ada bagian
kulit seluas titik jarum yang sepi dari penyakit. Semua orang
menjauhinya, selain satu istrinya yang setia mendampinginya, karena
imannya kepada Allah. Semoga Allah meridhai istri Ayub. Menurut catatan
Ibnu Katsir, ini terjadi selama 18 tahun. (Tafsir Ibn Katsir, 7/74).
Di
sisi lain, Allah ciptakan Nabi Sulaiman sebagai sosok yang dikenal
sangat pandai bersyukur, di tengah melimpahnya fasilitas dunia yang
beliau miliki. Beliau menjadi raja yang kekuasaan meliputi alam
manusia, jin, dan binatang. Itulah doa beliau yang Allah kabulkan,
sehingga beliau menjadi penguasa paling top markotop diantara manusia.
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Sulaiman
berdoa, wahai Rabku, berikanlah aku kerajaan yang tidak layak untuk
dimiliki oleh seorangpun sesudahku. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha
Pemberi. (QS. Shad: 35)
Dua model manusia ini, Allah sandingkan ceritanya dalam surat Shad, antara ayat 30 sampai 44. Dan keduannya, baik Ayub maupun Sulaiman, Allah sebut di akhir cerita,
نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Dia (Sulaiman dan Ayub) adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia orang yang suka bertaubat. (QS. Shad: 30 dan 44).
Artinya,
baik miskin yang sabar maupun kaya yang bersyukur, di sisi Allah
statusnya sama-sama hamba yang baik. Tinggal selanjutnya, siapa yang
lebih bertaqwa diantara mereka, itulah yang terbaik. Allah berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa. (QS. al-Hujurat: 13).
Sosok Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
Beliau
Uswatun Hasanah bagi umat. Satu-satunya manusia yang hidupnya dijadikan
sumpah oleh Allah. Ketika Allah menceritakan kejahatan kaum sodom,
Allah bersumpah menyebut ‘Demi umurmu.’
لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ
Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka mabuk dalam kesesatan. (al-Hijr: 72).
Allah bersumpah demi umur, kehidupan dan keberadaan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam di dunia.
Ibnu Katsir menyebutkan riwayat keterangan dari Ibnu Abbas,
ما خلق الله وما ذرأ وما برأ نفسًا أكرم عليه من محمد صلى الله عليه وسلم، وما سمعت الله أقسم بحياة أحد غيره
Belum
pernah Allah menciptakan dan menumbuhkan manusia yang lebih mulia dari
pada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku belum pernah mendengar
Allah bersumpah dengan kehidupan seorangpun selain beliau. (Tafsir Ibnu
Katsir, 4/542).
Dalam urusan syukur dan sabar, beliau mengumpulkan
akhlak Nabi Ayub dan akhlak Nabi Sulaiman. Beliau kaya yang bersyukur
dan sekaligus miskin yang sabar.
Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu menceritakan,
مَا
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الإِسْلاَمِ شَيْئًا
إِلاَّ أَعْطَاهُ - قَالَ - فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَأَعْطَاهُ غَنَمًا بَيْنَ
جَبَلَيْنِ فَرَجَعَ إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ أَسْلِمُوا فَإِنَّ
مُحَمَّدًا يُعْطِى عَطَاءً لاَ يَخْشَى الْفَاقَةَ
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah diminta untuk kemaslahatan
islam, kecuali beliau pasti memberinya. Hingga suatu ketika datang
seseorang (kepala suku), kemudian beliau memberikan kambing satu lembah
kepada orang ini. Spontan dia pulang ke sukunya, dan mengatakan, “Wahai
kaummu, masuklah ke dalam islam. Karena Muhammad memberikan harta
layaknya orang yang tidak takut miskin.” (HR. Muslim 6160).
Dan hingga kini, kita belum pernah menjumpai ada orang yang mendermakan harta kambing satu lembah.
Beliau
juga pernah memotong 100 ekor onta. Jika satu onta seharga 12 juta,
berarti beliau berkurban senilai kurang lebih 1,2 Milyar. Itu korban
perorangan, bukan perusahaan.
Di sisi lain, beliau pernah
mengganjal perutnya dengan batu, karena tidak memiliki makanan. Beliau
dan para istrinya tidak pernah kenyang selama 3 hari berturut-turut.
Aisyah menjadi saksi sejarah kehidupan di keluarga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَا
شَبِعَ آلُ مُحَمَّدٍ - صلى الله عليه وسلم - مُنْذُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ
مِنْ طَعَامِ الْبُرِّ ثَلاَثَ لَيَالٍ تِبَاعًا ، حَتَّى قُبِضَ
Tidak
pernah keluarga Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kenyang dengan
makanan dari gandum halus selama 3 hari berturut-turut, sejak beliau
tiba di Madinah hingga beliau diwafatkan. (HR. Bukhari 5416, Muslim 7633 dan yang lainnya).
Kita
yakin, kondisi semacam ini tidak pernah kita jumpai di keluarga kita.
Kita tidak pernah sampai berfikir: adakah makanan esok pagi? Bahkan
untuk bisa kenyang selama 1 bulan, kita tidak pernah memikirkannya.
Mengalir Sesuai Keadaan
Siapapun
orangnya, dia tidak akan bisa memilih dan memaksakan diri untuk menjadi
miskin yang sabar atau kaya yang bersyukur. Anda yang berada dalam
kondisi miskin, tidak bisa memaksa Sang Pencipta untuk menjadikan anda
kaya. Demikian pula sebaliknya. Anda yang dalam kondisi kecukupan, tidak
bisa memaksa Sang Kuasa untuk mengubah anda agar bisa mencicipi
kemiskinan.
Itu berarti, yang seharusnya yang dominan di pikiran
orang kaya bukan bagaimana bisa jadi miskin, namun bagaimana dia bisa
memaksimalkan syukur kepada Allah. Karena itulah yang menjadi tugasnya.
Dan Saya yakin, semua orang sepakat akan hal ini.
Kita simak
kondisi sebaliknya, seharusnya yang fokus dipikirkan orang miskin bukan
bagaimana dia bisa jadi kaya. Namun yang dia pikirkan, bagaimana dia
bisa ridha dengan ketetapan Allah dan bersabar. Karena itulah tugasnya.
Anda sepakat ini??
Seperti inilah yang dinasehatkan oleh cucu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Hasan bin Ali Radhiyallahu 'anhuma,
مَنِ اتَّـكَـلَ عَلَى حُسْنِ اخْتِيَارِ اللهِ لَـهُ لَـمْ يَـتَـمَنَّ شَيئًا
Siapa
yang pasrah terhadap pilihan terbaik yang Allah berikan kepadanya, dia
tidak berangan-angan untuk menggapai sesuatu yang lain. (Kanzul Ummal, Ibnu Asakir, no. 8538).
Jika ada yang komentar, ‘Berarti anda memotivasi orang miskin agar tetap jadi miskin, dan tidak bekerja, atau berusaha.’
Bagi
yang berkomentar demikian, berarti daya tangkapnya terlalu rendah untuk
memahami kalimat di atas. Sama sekali keterangan di atas tidak berisi
motivasi orang miskin untuk tidak bekerja dan berusaha. Hanya
menjelaskan tugas orang miskin di kondisi miskinnya, yaitu ridha dan
bersabar. Sementara urusan bekerja dan mengejar dunia, ini sejalan
dengan nafsunya, sehingga tidak perlu banyak motivasi.
Mukmin: Antara Sabar dan Syukur
Inilah
tabiat setiap mukmin sejati. Mereka tidak pernah lepas dari dua tugas
itu, antara bersyukur ketika mendapat nikmat dan bersabar ketika
musibah. Bahkan tabiat ini membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terheran dengan mereka. Dalam sebuah sabdanya, beliau memuji orang yang beriman,
عَجَبًا
لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ
لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh
mengherankan kondisi orang yang beriman, semua urusannya baik. Itu
tidak dimiliki kecuali oleh orang yang beriman. Ketika dia mendapatkan
kenikmatan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Dan ketika dia
mendapatkan musibah, dia bersabar, dan itu baik baginya.
(HR. Muslim 7692 dan Ibnu Hibban 2896)
Allahu a’lam.
Post a Comment