Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai nabi dan rasul, beliau menghadapi lahan dakwah dan masyarakat yang memiliki banyak penyimpangan.
Mulai penyimpangan dalam masalah aqidah, ibadah, halal-haram makanan,
cara bermuamalah, termasuk penyimpangan seksual. Dan itu dilakukan
menyeluruh hampir di semua lapisan bumi…
Dari sahabat Iyadh al-Mujasyi’i, beliau menceritakan,
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan sebuah khutbah. Beliau menyatakan,
“Sesungguhnya Rabku memerintahkanku untuk menyampaikan informasi
yang tidak kalian ketahui, yang Allah beritahukan kepadaku hari ini…
Diantaranya, Allah berfirman,
وَإِنِّى خَلَقْتُ عِبَادِى حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ
وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ
وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ
يُشْرِكُوا بِى مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا وَإِنَّ اللَّهَ نَظَرَ
إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلاَّ
بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ…
Aku ciptakan hamba-Ku, semuanya dalam keadaaan cenderung terhadap
tauhid. Lalu mereka digoda setan, dan disesatkan dari agama mereka.
Setan-setan itu mengharamkan apa yang Aku halalkan untuk mereka.
Setan-setan itu pula, memerintahkan mereka untuk berbuat syirik,
menyekutukanku dengan sesuatu, sementara aku tidak pernah menurunkan
dalil tentang itu. Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi. Lalu Allah
murka kepada mereka semua, yang arab maupun non-arab, selain beberapa
orang di kalangan ahli kitab.. (HR. Muslim 7386).
Hadis ini menceritakan, suasana penyimpangan dan kesesatan manusia, sebelum Allah mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi. Penyimpangan tidak hanya dialami masyarakat jazirah arab, namun di seluruh dunia.
Ilmiyah dan Amaliyah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali datang
dengan meluruskan pemahaman logika dan aqidah umat (masail ilmiyah).
Sementara pelajaran tentang masalah amaliyah, datang secara bertahap.
Beliau tanamkan aqidah yang benar di tengah umat, sebelum beliau
mengajarkan masalah halal dan haram. Ketika sisi logika telah
diluruskan, akan lebih mudah untuk mengendalikan sisi syahwat.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
إِنَّمَا نَزَلَ أَوَّلَ مَا نَزَلَ مِنْهُ سُورَةٌ مِنَ
الْمُفَصَّلِ فِيهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ حَتَّى إِذَا ثَابَ
النَّاسُ إِلَى الإِسْلاَمِ نَزَلَ الْحَلاَلُ وَالْحَرَامُ ، وَلَوْ
نَزَلَ أَوَّلَ شَىْءٍ لاَ تَشْرَبُوا الْخَمْرَ . لَقَالُوا لاَ نَدَعُ
الْخَمْرَ أَبَدًا . وَلَوْ نَزَلَ . لاَ تَزْنُوا . لَقَالُوا لاَ نَدَعُ
الزِّنَا أَبَدًا
Surat yang pertama-tama turun adalah surat mufshal (yang ayatnya
pendek-pendek). Membahas tentang surga dan neraka. Hingga, ketika
manusia banyak yang memeluk islam, turunlah ayat tentang halal-haram.
Andai yang turun pertama adalah ayat, ‘Jangan minum khamr’. Mereka
justru akan balik komentar, “Kami tidak akan meninggalkan khamr
selamanya.” Andai yang turu pertama kali adalah larangan, ‘Jangan
berzina’, mereka akan balik komentar, “kami tidak akan tinggalkan zina
selamanya.” (HR. Bukhari 4993)
Kita bisa lihat perubahan besar yang terjadi. Masyarakat berwatak
keras, yang dulunya tidak berperadaban, tiba-tiba menjadi sosok yang
sagat haus dengan aturan, bahkan menjadi pejuang-pejuang dakwah islam.
Apapun aturan yang Allah turunkan, mereka hanya mengucapkan satu kalimat, “Sami’naa wa atha’naa”, kami tunduk dan patuh terhadap semua aturan Allah… Allahu akbar.
Aturan dan Pengorbanan Para Sahabat
Sebagai bukti, kita akan sebutkan bagaimana sikap dan pengorbanan
para sahabat, ketika mereka berhadapan dengan aturan yang sama sekali
merugikan mereka secara ekonomi.
Pertama, peristiwa haramnya khamr
Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bercerita,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di Madinah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُعَرِّضُ
بِالْخَمْرِ وَلَعَلَّ اللَّهَ سَيُنْزِلُ فِيهَا أَمْرًا فَمَنْ كَانَ
عِنْدَهُ مِنْهَا شَىْءٌ فَلْيَبِعْهُ وَلْيَنْتَفِعْ بِهِ
Wahai manusia, sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengkritik khamr.
Mungkin Allah akan menurunkan ayat lain tentang khamr. Karena itu, siapa
yang masih memiliki khamr, segera dijual atau manfaatkan.
Beliau sampaikan ini, sebelum turun ayat tentang larangan khamr.
Abu Said melanjutkan,
Tidak berselang lama, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى حَرَّمَ الْخَمْرَ فَمَنْ
أَدْرَكَتْهُ هَذِهِ الآيَةُ وَعِنْدَهُ مِنْهَا شَىْءٌ فَلاَ يَشْرَبْ
وَلاَ يَبِعْ
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr. Siapa yang telah
mendengar ayat ini, sementara dia masih memilikinya, tidak boleh
diminum, maupun dijual.
Spontan, masyarakat langsung mendatangi gentong-gentong khamr yang
mereka miliki di pinggir jalan Madinah, dan mereka menumpahkannya. (HR.
Muslim 4126).
Anda bisa bayangkan, khamr yang dulu menjadi komoditas ekspor madinah
ke daerah Syam, yang dulu menjadi sumber devisa bagi madinah, tiba-tiba
harus dibuang dan tidak boleh dimanfaatkan. Kira-kira berapa rupiah
yang mereka buang?
Ada yang lebih sangar lagi.
Peristiwa yang dialami sahabat Abu Thalhah. Beliau diamanahi untuk
memegang harta anak yatim. Oleh Abu Thalhah, harta ini dibelikan khamr,
agar hasilnya lebih banyak.
Apa yang bisa anda bayangkan, ketika Allah turunkan ayat yang mengharamkan khamr sebelum dia sempat menjualnya.
Anas bin Malik menceritakan, Abu Thalhah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يا نبي الله، إني اشتريتُ خمراً لأيتام في حجري؛ أَصْنَعُهُ خَلًّا؟
Ya Nabi, saya membeli khamr untuk anak-anak yatim di asuhanku. Bolehkah saya buat jadi cuka?
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menjawab dengan dua kata, “Tidak boleh.”
Abu Thalhah-pun membuangnya. (HR. Ahmad 13733 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Mereka tidak berfikir, mengapa turunnya ayat khamr tidak ditunda, agar simpanan khamr itu bisa diuangkan.
Mengapa islam tidak memperhatikan keadaan anak yatim yang diasuh Abu
Thalhah. Andai ayat larangan itu bisa ditunda, tentu mereka tidak
dirugikan.
Andai orang liberal hidup di zaman itu, mereka pasti akan menggugat ayat ini.
Kasus kedua, ketika Allah mengharamkan keledai.
Keledai termasuk hewan tunggangan utama bagi masyarakat ketika itu.
Pada saat perang Khaibar, para sahabat menyembelih keledai untuk makanan
pasukan.
Anas bin Malik menceritakan peristiwa Khaibar,
Ada orang yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan melaporkan, “Banyak keledai yang disembelih untuk dimakan.”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diam saja.
Kemudian datang orang kedua, “Banyak keledai yang disembelih untuk dimakan.”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih diam saja.
Kemudian datang orang ketika, “Banyak keledai yang disembelih.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk mengumumkan
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ
bahwa Allah dan Rasul-Nya, melarang kalian untuk makan daging keledai jinak.
Kata Anas,
فَأُكْفِئَتِ الْقُدُورُ ، وَإِنَّهَا لَتَفُورُ بِاللَّحْمِ
Periuk-periuk lalu ditumpahkan, padahal penuh dengan daging. (HR. Bukhari 4199).
Mareka tidak berfikir, mengapa wahyu haramnya keledai tidak
disampaikan sejak kemarin, sebelum keledai ini disembelih. Bukan setelah
keledai ini disembelih. Seharusnya ini bisa dimanfaatkan untuk
kendaraan.
Jangan Pernah Tinggalkan Kajian Tauhid
Ketika anda sedang serius ingin mendalami fiqih muamalah, ketika anda
sedang serius ingin memahami aturan jual beli, mohon jangan
kesampingkan tauhid. Di manapun anda berada, tauhid harus selalu
menyertai anda.
Apapun yang sedang anda tekuni, sisi tauhid tidak boleh anda
sepelekan. Tanamkan iman tentang akhirat, tentang surga dan neraka,
karena ini pengendali setiap gerakan kita.
Para ulama menasehatkan,
التوحيد لا ينتقل منه إلى غيره بل ينتقل معه إلى غيره
Tauhid tidak ditinggalkan untuk mengkaji ilmu yang lain, namun tauhid tetap disematkan setiap kali mengkaji ilmu yang lain.
Migrasi Kaum Perbankan
Ketika label syariah mulai dijadikan bahan dagangan, banyak pangkalan
harta haram tidak ingin ketinggalan kliennya. Tak terkecuali dunia
perbankan. Bersamaan dengan maraknya gerakan dakwah, masyarakat mulai
paham, bank merupakan sumber riba. Di saat yang sama, mereka tidak ingin
kehilangan nasabahnya.
Akhirnya mereka berbondong-bondong melakukan migrasi menjadi bank dengan label syariah..
Namun sayangnya, migrasi ini tidak diawali dengan membangun pondasi
aqidah yang benar. Motivasi akhirat kurang kuat untuk mendasari usaha
mereka.
Kita bisa lihat bagaimana pengaruhnya?
Motivasi terbesar mereka mengikuti syariat, justru kembali kepada
kemakmuran dunia. Ikut syariat, agar harta semakin berkah. Ikuti
syariat, agar rizqi semakin lancar. Motivasi yang justru kembali kepada
memakmurkan dunia, bukan untuk membebaskan diri dari akhirat.
Di saat yang sama, mereka juga banyak melakukan kamuflase transaksi.
Dari konvensional kepada label syariah. Sehingga yang terjadi, seolah
hanya perubahan istilah perbankan konvensional, menjadi istilah
berbahasa arab. Yang penting kelihatan lebih syar’i, meskipun hakekatnya
masih darat dengan riba.
Kita layak merasa prihatin, dengan kehadiran generasi yang ingin
disebut lebih syar’i, tapi sayang jarang ngaji. Mereka ingin sesuai
syariat, tapi mereka sendiri belum siap dengan aturan syariat.
Tanamkan pohon iman dalam jiwa, kita akan merasakan manisnya buahnya.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً
طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي
السَّمَاءِ . تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ
اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24 – 25)
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina PengusahaMuslim.com)
Post a Comment