Seseorang membuka rekening di bank yang ada saat ini (bank ribawi).
Menjadi jelas bagi dia setelah itu bahwa bunga ditambahkan ke
rekeningnya. Kita tahu bahwa Allah SWT berfirman dalam wahyu-Nya yang
bersifat muhkam:
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Jika kalian bertobat (dari pengambilan riba) maka bagi kalian
pokok harta kalian; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (QS al-Baqarah [2]: 279).
Ada para syaikh dan ulama kontemporer
yang memperbolehkan mengambil (bunga) harta ini dan tidak
meninggalkannya untuk bank. Mereka berdalih bahwa hal demikian tidak
membantu bank atas keharaman dan tidak melakukan keharaman lain dengan
meninggalkan bunga tersebut untuk bank.
Pertanyaannya: apa yang harus dia lakukan dengan harta yang
ditambahkan kepada harta pokoknya itu? Apakah boleh ia mengambil harta
bunga itu dan membelanjakannya terhadap orang-orang fakir atau membayar
utangnya? Apakah ia mendapat pahala atas pembelanjaan harta itu kepada
orang-orang fakir?
Untuk menjawab tentang (apa yang harus dia lakukan dengan harta riba), yang
wajib bagi orang yang melakukan transaksi (muamalah) ribawi dengan bank
adalah menghentikan muamalah ribawinya segera, dan bertobat kepada
Allah SWT dengan tawbat nashuha. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat tulus/murni) (QS at-Tahrim [66]: 8).
Allah SWT juga berfirman:
إِلاَّ الَّذِينَ تَابُوا
وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ ِللهِ
فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللهُ الْمُؤْمِنِينَ
أَجْرًا عَظِيمًا
Kecuali orang-orang yang bertobat dan mengadakan perbaikan serta
berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama
mereka karena Allah. Mereka itu bersama-sama orang yang beriman dan
kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang
besar (QS an-Nisa’ [4]: 146).
Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan hadis dari Anas ra. bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap Anak Adam bisa berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertobat.
Dengan demikian tobat itu sah dan Allah SWT mengampuni orang yang
bertobat itu dari dosa tersebut. Karena itu wajib bagi orang yang
bertobat itu melepaskan diri dari kemaksiatan itu, menyesal karena telah
melakukannya, dan bertekad bulat untuk tidak mengulangi semisalnya.
Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan hak adami (manusia), maka
disyaratkan mengembalikan kezaliman itu kepada yang berhak atau
mendapatkan pembebasan dari mereka. Jika ia memiliki harta yang dia
ambil dari mereka dengan jalan mencuri atau ghashab maka wajib
harta itu dikembalikan kepada pemiliknya. Ia harus melepaskan diri dari
pendapatan haram itu menurut ketentuan syariah. Jika ia mendapatkan
harta dengan jalan haram maka kesudahannya adalah keburukan. Imam Ahmad
telah mengeluarkan hadis dari Abdullah bin Masud ra. yang berkata bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda:
…وَلاَ يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالاً مِنْ حَرَامٍ… إِلاَّ كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ
“…dan tidaklah seorang hamba memperoleh harta dari jalan haram… kecuali harta itu menjadi bekalnya ke neraka.”
Imam at-Tirmidzi juga telah mengeluarkan hadis dari Kaab bin Ujrah bahwa Rasulullah saw. pun pernah bersabda kepada dia:
يَا كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Kaab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidaklah suatu daging tumbuh dari harta haram kecuali neraka lebih layak dengannya.”
Adapun berkaitan dengan riba (bunga) bank atas hartanya dan bagaimana
melepaskan diri dari harta riba tersebut, maka jawabannya sebagai
berikut:
1. Jika dia berkata kepada bank, “Saya ingin harta pokok saya
saja,” dan aturan bank memperbolehkan untuk mengambil harta pokoknya
saja, maka cukup seperti itu, dan ia mengambil harta pokoknya saja.
2. Jika aturan bank tidak memperbolehkan demikian, tetapi
aturannya mewajibkan dia mengambil riba beserta harta pokoknya sekaligus
dan jika tidak maka bank tidak akan memberikan harta pokoknya, dalam
kondisi ini ia mengambil harta pokoknya dan riba tersebut dan dia
melepaskan diri dari riba. Lalu dia letakkan harta riba itu di
tempat-tempat kebaikan secara diam-diam (rahasia) tanpa menampakkan
bahwa ia bersedekah dengan harta itu karena itu adalah harta haram. Akan
tetapi, yang dituntut adalah ia melepaskan diri dari harta haram itu…
Misalnya, bisa saja ia mengirimkan harta riba itu ke masjid tanpa
seorang pun tahu atau mengirimkan harta itu kepada keluarga fakir tanpa
mereka tahu siapa pengirimnya, atau dengan cara yang di dalamnya tidak
tampak bahwa ia bersedekah atau semacam itu.
3. Adapun pahala atas infaknya itu, maka tidak ada pahala atas
infak harta haram. Pembelanjaannya di jalan kebaikan itu bukanlah sedekah harta bukan merupakan harta halal yang ia miliki… Akan tetapi, in syâ’a Allâh,
ia mendapat pahala karena meninggalkan keharaman, yakni mengha-pus
muamalah ribawinya dengan bank dan melepaskan diri dari harta haram.
Allah SWT menerima tobat dari hamba-Nya dan tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang yang memperbagus amal (melakukan amal dengan ihsan).[]
Post a Comment