Salah satu masalah yang sering dihadapi
oleh pengusha dalam menembangkan bisnisnya adalah kesulitan modal
bisnis. Seringkali jalan yang ditempuh untuk mendapatkan modal bisnis
dengan berutang ke lembaga keuangan seperti perbankan atau pinjam ke
rentenir. Padahal sudah jelas pinjam uang ke Bank atau perorangan
berpotensi membuka pintu riba yang berbahaya. Dalam Islam, modal bisnis
sejatinya tidak diperoleh dengan cara berutang melainkan dengan syirkah.
Berikut penjelasan solusi modal bisnis dalam islam dengan syirkah.
Kata syirkah berasal dari
kata syarika-yasyraku–syarik[an] wa syirkat[an] wa syarikat[an];
artinya mukhâla-thah asy-syarîkayn (percampuran dua hal yang
bersekutu). Syirkah secara bahasa artinya percampuran dua bagian atau
lebih sehingga tidak bisa lagi dibedakan satu sama lain.
Secara istilah syirkah adalah ijtimâ’fî istihqâq aw
tasharruf (pertemuan dalam hal hak atau pengelolaan) (Ibn
Qudamah, Al-Mughni, V/109, Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1983). Ijtimâ’ fî
istihqâq adalah syirkah al-milk. Ijtimâ’ fî tasharrufadaah syirkah
al-‘aqd. Ini sekaligus menjelaskan bahwa syirkah itu ada dua
macam: syirkah al-milk dan syirkah al-‘aqd.
Semua fukaha berpandangan bahwa syirkah—baik syirkah
al-milk maupunsyirkah al-‘aqd—termasuk al-‘uqûd al-jâ’izah,
bukan al-‘uqûd al-lâzimah.Artinya, masing-masing pihak berhak memisahkan
diri atau keluar darisyirkah kapan saja ia kehendaki.
1. Syirkah al-Milk.
Syirkah al-Milk adalah syirkah al-‘ayn, yaitu persekutuan dua orang
atau lebih dalam kepemilikan suatu harta. Syirkah ini bisa muncul tanpa
ikhtiar keduanya atau bersifat jabr[an] (paksaan) seperti persekutuan
atas harta waris, hibah atau wasiat; bisa juga muncul karena ikhtiyar
keduanya seperti melalui pembelian satu harta secara patungan.
Dalam syirkah al-milk, bagian masing-masing tidak bisa dipisahkan
dari bagian yang lain karena kepemilikan mereka telah bercampur.
Dalamsyirkah al-milk, pertumbuhan/pertambahan harta dan
kerugian/konsekuensinya menjadi milik dan tanggungan bersama menurut
porsi kepemilikan masing-masing. Misal, dua orang membeli mobil/gedung
secara patungan dengan porsi 60:40. Hasil sewa mobil/gedung itu atau
biaya perawatan atau kerusakannya dibagi menurut porsi 60:40 itu.
2. Syirkah al-‘Aqd.
Syirkah al-‘Aqd adalah syirkah yang terbentuk di antara dua pihak
atau lebih menurut akad syar’i berdasarkan keinginan, kehendak dan
dengan inisiatif dari keduanya. Syirkah al-‘aqd ini kemudian lebih
menonjol dan akhirnya jika disebut syirkah saja maka yang dimaksud
adalah syirkah al-‘aqd ini. Menurut istilah syar’i, syirkah adalah akad
antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat melakukan suatu aktivitas
finansial (bisnis) dengan tujuan memperoleh laba (An-Nabhani, An-Nizham
al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 148).
Syirkah hukumnya mubah berdasarkan taqrîr (pengakuan) Nabi saw.
atassyirkah dilakukan para Sahabat kala itu. Selain itu Abu Hurairah ra.
Menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقُولُ أَنَا ثَالِثُ الشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
Allah telah berfirman: Aku adalah Pihak Ketiga dari dua pihak yang
ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau
salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya (HR Abu Dawud,
al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
Dari elaborasi atas syirkah al-‘aqd dan hukum syariah serta dalil-dalil terkait,syirkah al-‘aqd itu meliputi lima jenis: al-inân, al-abdan; al-mudhârabah, al-wujûh dan al-mufâwadhah (An-Nabhani, Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm, 2004, hal 150). Kelima jenis syirkah itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam sepanjang memenuhi syarat-syarat dan hukum-hukumnya.
Dari elaborasi atas syirkah al-‘aqd dan hukum syariah serta dalil-dalil terkait,syirkah al-‘aqd itu meliputi lima jenis: al-inân, al-abdan; al-mudhârabah, al-wujûh dan al-mufâwadhah (An-Nabhani, Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm, 2004, hal 150). Kelima jenis syirkah itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam sepanjang memenuhi syarat-syarat dan hukum-hukumnya.
Syirkah al-‘aqd absah jika memenuhi ketentuan syariah berkaitan
dengan rukun dan syarat keabsahan akadnya. Rukun syirkah ada 3 (tiga):
adanyaijâb-qabûl; adanya dua pihak yang berakad (‘âqidâni); obyek akad
(ma’qûd ‘alayhi) (Al-Jazairi, al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, hlm.
69; Al-Khayyath,Asy-Syarîkât fî Dhaw’ al-Islâm, hlm. 13, Dar as-Salam,
1989).
Dalam ijâb-qabûl harus ada ungkapan baik lisan atau tertulis, bahwa
salah satu pihak mengajak pihak lain untuk berserikat melakukan
aktivitas bisnis, dan harus ada penerimaan/persetujuan pihak lain
terhadap ajakan itu. Karena itu, sekadar kesepakatan untuk berserikat
tidak bisa disebut akadsyirkah. Begitu pula kesepakatan menyetor
sejumlah harta untuk berserikat seperti dalam kasus PT dan koperasi juga
belum bisa dinilai sebagai akadsyirkah. Akad syirkah harus mengandung
pengertian berserikat untuk melakukan suatu aktivitas finansial/bisnis.
Al-‘Aqidâni itu: Pertama, pihak yang menyatakan ijâb, yaitu pihak
yang menyampaikan ajakan berserikat untuk melakukan suatu aktivitas
bisnis.Kedua, pihak yang menyatakan qabûl atau menerima ajakan
itu. Kedua pihak itu harus memiliki kelayakan (ahliyah)
melakukan tasharruf.
Akad syirkah dipandang sah jika: Pertama, obyek akadnya harus
berupatasharruf. Kedua, tasharruf yang diakadkan itu harus bisa
di-wakalah-kan sehingga apa yang diperoleh dari tasharruf itu menjadi
hak kedua pihak secara berserikat (Lihat: an-Nabhani, Nizhâm
al-Iqtishâdî fî al-Islâm, hlm. 148, Dar al-Ummah, cet vi [muktamadah].
2004).
Di dalam syirkah juga harus ada unsur al-badn (unsur badan), yaitu
pribadi yang memiliki hak melakukan tasharruf atau menjalankan
aktivitas syirkah. Disebut unsur badan karena andilnya berupa badan
(tenaga dan pikiran) untuk mengelola syirkah, bukan modal.
Adanya unsur badan ini merupakan syarat mendasar yang menentukan
terakadkan-tidaknya atau ada-tidaknya syirkah itu. Alasannya: Pertama,
karena di dalam syirkah itu harus ada kesepakatan
antara al-‘âqidâni untuk melakukan aktivitas finansial/bisnis (‘amal[un]
mâliy[un]). Itu artinya, aktivitas finansial itu harus berasal dari
kedua pihak atau salah satunya. Jadi harus ada unsur badan yang
melakukannya. Kedua, syirkah adalah akad atastasharruf. Tasharruf itu
harus keluar dari syarîk (pihak yang ber-syirkah). Jadi di dalam
akad syirkah itu harus ada mutasharrif (yang
melakukan tasharruf)syirkah. Jika tidak ada mutasharrif itu maka
akad syirkah tersebut tidak terjadi. Jadi di dalam akad syirkah harus
ada unsur badan yang menjadimutasharrif syirkah tersebut. Ketiga, hukum
syariah berkaitan dengan perbuatan hamba, artinya berkaitan dengan
perbuatan pribadi tertentu dan satu pribadi tidak akan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatan pribadi yang lain. Syirkah adalah
hukum syariah. Jadi hukum syirkah itu berkaitan dengan pribadi orang
yang ber-syirkah. Jika di dalam syirkah itu tidak ada badan yang menjadi
sandaran hukum syirkah maka artinya syirkah itu tidak ada, dan
berikutnya hukum syirkah itu juga tidak terjadi karena obyek hukumnya
tidak ada.
Atas dasar semua itu, di dalam akad syirkah tersebut harus ada pihak
yang di dalam akad syirkah dinyatakan sebagai mutasharrif syirkah, yaitu
pribadi yang diakadkan untuk menjalankan aktivitas syirkah. Mudahnya,
di dalam akad syirkah harus ada pihak yang menjadi
pengelola syirkah yang bukan sekadar sebutan, tetapi pengelola
sebagaimana yang dimaksudkan dalam hukum syirkah dengan segala
konsekuensinya.
Pembagian Keuntungan dan Kerugian dalam syirkah
Yang dijadikan patokan adalah prinsip profit and lost
sharing (bagi-hasil keuntungan dan kerugian), bukan revenue
sharing (bagi-hasil pendapatan).Keuntungan dan kerugian itu mengikuti
kontribusi syarîk (mitra). Kontribusi para mitra itu bisa berupa
harta/modal, bisa berupa aktivitas (tasharruf) (tenaga, pikiran dan
waktu) menjalankan aktivitas bisnis syirkah itu. Prinsip
dalam sharing keuntungan dan kerugian itu adalah seperti ungkapan oleh
Ali bin Abi Thalib ra. yang diriwayatkan oleh Abdurrazaq
di Mushannaf-nya:
اَلْوَضِيْعَةُ عَلَى الْمَالِ، وَالرِّبْحُ عَلَى مَا اِصْطَلَحُوْا عَلَيْهِ
Kerugian itu berdasarkan harta (modal), sedangkan keuntungan berdasarkan kesepakatan mereka (para mitra).
Prinsip (hukum) ini juga dipegang oleh asy-Sya’bi, al-Hasan, Ibn Sirin, Qatadah, al-Hakam, Hamad, Thawus, Ibrahim, Abu Qilabah dan lainnya (Lihat: Abdurrazaq, Mushannaf ‘Abd ar-Razâq, viii/248 dst, al-Maktab al-Islami, Beirut. 1403; Ibn Abiy Syaibah, Mushannaf Ibn Abiy Syaybah, iv/477-478, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, 1409).
Prinsip (hukum) ini juga dipegang oleh asy-Sya’bi, al-Hasan, Ibn Sirin, Qatadah, al-Hakam, Hamad, Thawus, Ibrahim, Abu Qilabah dan lainnya (Lihat: Abdurrazaq, Mushannaf ‘Abd ar-Razâq, viii/248 dst, al-Maktab al-Islami, Beirut. 1403; Ibn Abiy Syaibah, Mushannaf Ibn Abiy Syaybah, iv/477-478, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, 1409).
Dalam hal ini bukan berarti pengelola tidak merugi. Pengelola
menanggung kerugian aktivitas tasharruf-nya, yaitu rugi tenaga, pikiran
dan waktunya.Sebab ketika syirkah itu impas—apalagi rugi—maka
pengelola itu tidak akan mendapat bagian laba sama sekali. Sebab, tidak
ada laba yang bisa dibagi.Artinya. semua jerih payah, tenaga, pikiran,
waktu, dsb yang ia curahkan dalam mengelola atau menjalankan syirkah itu
tidak mendapat hasil apa-apa. Itulah bentuk kerugian yang dialami oleh
pengelola.
Pembagian laba itu dilakukan di akhir tiap periode syirkah setelah
dilakukan perhitungan rugi-laba. Sebab, saat itulah diketahui besaran
labanya. Untuk itu, mengingat kemaslahatan pengelola,
periode syirkah itu hendaknya dibuat pendek.
Perlu dingat bahwa syirkah termasuk ’aqd[un] mustamirr[un] (akad
kontinu). Artinya, setiap kali suatu periode berakhir, secara otomatis
akadnya diperbarui. Jika ada mitra yang keluar, sementara para mitra
lain tidak, maka akad syirkah itu dibatalkan untuk mitra yang keluar itu
dan secara otomatis diperbarui untuk para mitra yang tidak
keluar. Dengan begitu periode syirkah bisa dibuat pendek, seperti
bulanan, mingguan bahkan untuk bisnis tertentu bisa harian.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]
Demikian penjelasan tentang solusi modal bisnis dalam islam dengan
syirkah. Dengan memahami konsep syirkah ini, bisa lebih menjelasankan
tentang akad kerjasama bisnis yang terdapat cacat dalam perseroan
terbatas. Semoga mencerahkan.
Post a Comment