Mungkin pernah kita dengar ungkapan “cari yang haram aja susah, apalagi yang halal”
Apa pendapat anda wahai pembaca dari ungkapan ini? setujukah anda?
Ungkapan
itu berkaitan dengan halal dan haram dalam mencari nafkah, maka untuk
hal tersebut syariat lah yang harus jadi patokan. Karena, syariat lah
yang menentukan halal dan haram segala hal.
Kalau
kita lihat secara garis besar dalam ilmu syariat atau yang disebut
dengan ilmu fiqh. Amalan manusia terbagi menjadi dua, yaitu ibadah dan
muamalat. Ibadah adalah aktivitas vertikal antara manusia dengan Sang
Khalik, Allah Ta'ala. Sedangkan muamalat adalah interaksi antara sesama
manusia. Walaupun dalam muamalat ada kandungan ibadah, bila pelaksananya
mengharapkan pahala dari Allah Ta'ala dalam muamalatnya.
Ada kaedah pokok yang sangat berbeda dalam ibadah dan muamalat.
Untuk
ibadah, kaedah yang dipegang adalah: “pada dasarnya semua bentuk ibadat
tidak boleh dikerjakan kecuali ada dalilnya dalam syariat”
Sedangkan
kaedah untuk urusan muamalat, adalah: “Pada dasarnya, semua mentuk
muamalat boleh dilakukan, kecuali yang dilarang oleh syariat”
Apa perbedaan penerapan kedua kaedah itu? Perbedaannya terlihat:
Untuk ibadah, kita tidak boleh mengarang-ngarang bentuk ibadah. Hanya yang ada dalilnya saja yang boleh kita amalkan.
Sedangkan untuk urusan muamalat, kita boleh mengarang bentuk muamalat apapun selama tidak ada larangan dalam syariat.
Intinya: untuk persoalan ibadah, tugas kita bertanya, mana dalil yang membolehkan, kalau ada, barulah kita mengamalkannya.
Sedangkan
untuk muamalat, tugas kita bertanya, mana dalil yang melarang, kalau
tidak ada, maka kita bebas untuk melakukan bentuk muamalat yang kita
karang atau kita tiru.
Dari dua kaedah
antara ibadah dan muamalat di atas, dapat diketahui bahwa urusan ibadah
lebih sempit dibandingkan urusan muamalat, bila ditinjau dari sisi
keleluasaan dalam inobativ.
Sedangkan muamalat diberikan keleluasaan bagi manusia untuk berkarya dan berinovasi.
Berarti, dalam urusan muamalat lebih banyak yang boleh daripada yang haram.
Kalau
kita mau mempelajari fiqh muamalat dengan benar, lalu kita bandingkan
dengan berbagai metode jual-beli atau transaksi atau aktifitas muamalat
yang dipraktekkan di dunia ini, maka akan terlihat jelas bahwa lebih
banyak aktifitas yang halal dibandingkan yang haram.
Oleh
karena itu, tidak pantas bila kita mencari atau mempertahankan yang
haram di antara banyak amalan yang halal. Sedangkan ungkapan, “cari yang
haram aja susah, apalagi yang halal”, tersirat di dalamnya bahwa yang
haram lebih banyak daripada yang halal.
Inilah yang kami maksud, “jangan mencari kesempitan di antara banyak kesempatan”
Apa alasan munculnya ungkapan mereka itu (“cari yang haram aja susah, apalagi yang halal”)?
Sebelumnya,
menurut hemat kami kata-kata ini keluar dari lisan orang yang sedang
bergelimang dengan penghasilan haram atau sedang mencari penghasilan apa
saja, tidak peduli dengan halal atau haram.
Mungkin dapat kita lihat beberapa alasan mereka:
Tidak merasa cukup dengan yang halal
Karena
sifat tamak mendominasi hati, sehingga tidak merasa cukup dengan harta
halal yang banyak Allah Ta'ala limpahkan di muka bumi ini, kemudian
melompati pagar pembatas hukum Allah Ta'ala untuk mencari penghasilan
yang haram.
Rasulullah mengajarkan kita sebuah doa:
اللهم اكفني بحلالك عن حرامك وأغنني بفضلك عمن سواك
“Ya
Allah, aku mohon kecukupan dengan harta halal tanpa membutuhkan harta
haram, ya Allah aku mohon agar aku merasa cukup dengan pemberianMu dan
tidak mengharap rizki dari siapapun kecuali hanya dariMu.”(HR. Tirmizi: 3563)
Walaupun
doa ini diajarkan Rasulullah kepada seorang sahabat yang sedang
terlilit hutang. Namun, bila dilihat dari makna doa tersebut, maka kita
semua pantas untuk mengamalkannya.
Kalau
kita mau berdoa dengan doa ini, kemudian merealisasikannya dalam amalan
kita, maka tidak akan merasa malu untuk mencari kayu bakar, memungut
sampah, menjual makanan ringan, dan pekerjaan halal lainnya yang
dianggap sebagai pekerjaan rendahan.
Hanya mengejar dunia saja tanpa mempedulikan akibat di akhirat
Tahukah
anda komoditi pertanian apa yang menghasilkan keuntungan paling besar?
Jawabannya, bertani opium (salah satu jenis narkoba).
Hanya dalam hitungan beberapa gram saja harganya bisa jutaan.
Kalau
tujuan hidup hanya memperkaya diri; menumpuk harta dunia; tidak
mempedulikan akibat di akhirat, maka mudah saja dia terjerumus dalam
bisnis haram.
Bagai katak di dalam tempurung
Biasanya,
orang yang tumbuh besar dalam keluarga PNS, secara tidak langsung dia
akan terdidik untuk menjadi PNS. Begitu pula orang yang tumbuh
berkembang di keluarga pengusaha.
Kalau dia tidak mau melebarkan wawasannya, maka ia akan terus sempit pandangan seperti katak di bawah tempurung.
Begitu
juga orang yang bekerja di bisnis haram menurut syariat Islam. Kalau ia
diajak keluar dari pekerjaan itu, seakan-akan tidak ada lagi pekerjaan
lain di dunia ini.
Fenomena ini sama juga dengan ungkapan anak-anak muda gaul, “zaman sekarang ini sulit cari cewek yang masih virgin”
Ungkapan
ini berasal dari mereka yang mengenal cewek hanya di mal ataupun
diskotik atau di tempat konser. Wajar saja kalau tidak bisa mendapatkan
pasangan yang sholehah.
Cobalah melangkah lebih jauh lagi di bumi Allah ini ! maka, akan kamu dapatkan apa yang kamu cari.
Post a Comment