Namun, kerja keras yang telah
dirintisnya beberapa tahun mampu membalikkan nasib bapak lima anak ini.
Wildan berawal dari sebuah gerai berukuran 9×10 M berlokasi di bawah
flyover Jalan ExitTol RC Veteran,Bintaro,Jakarta Selatan, yang ia sewa
empat tahun yang lalu.
Bermodal awal Rp. 75 juta, pria asal
Lampung ini mencoba peruntungan membuka bisnis pisang goreng.Keberanian
Wildan membuka gerai jajanan pasar pisang goreng boleh diacungkan
jempol.
Pasalnya, hampir di setiap sudut jalan
di Jakarta pasti ditemui jajanan pasar ini.Namun, berkat inovasi produk
yang dia beri nama Pisang Goreng Pasir ini diminati banyak orang.
Menggelitik memang ketika mendengar kata pisang goreng pasir, dan pasti
timbul pertanyaan apakah pisang itu dimasak dengan pasir. Menurut si
empunya, nama pasir berasal dari butiran-butiran kecil kecokelatan yang
mirip dengan pasir yang ada pada tepung yang menyelimuti pisang goreng.
Wildan berpikir, nama pasir ini akan menjadi magnet tersendiri. Wildan
bercerita, mendapat ide berbisnis pisang goreng berawal dari
menjamurnya gerai-gerai pisang goreng yang berada di daerah Bintaro.
Pada 2005 lalu di jalan sekitar sini banyak gerai pisang goreng,dan yang
paling laku yakni pisang goreng pontianak, ujar pria kelahiran Lampung.
Setelah mengantre dan ikut mencoba mencicipi pisang goreng pontianak
yang memang sedang booming saat itu. Wildan melihat bentuk tepungnya begitu unik namun dari segi rasa menurutnya kurang nikmat.
Wildan memutuskan
mengkreasikan pisang goreng miliknya dengan rasa yang berbeda. Minyak
penggorengan yang digunakannya juga terus diganti setelah enam jam
pemakaian.Tujuannya agar lebih bersih dan tidak menggunakan minyak yang
memiliki kolesterol tinggi, katanya. Mengenai jenis pisang yang
digunakan,Wildan memilih pisang lampung karena potensi pisang di Lampung
cukup banyak dan tidak kalah kualitasnya dengan pisang dari Pontianak.
Hasil dari coba-coba dan terus inovasi,
ide ayah lima anak ini berbuah manis. Di hari pertama penjualannya,
pisang goreng pasir laku hingga 500 potong. Didukung embel-embel nama
pasir, ternyata membuat orang makin penasaran dengan pisang goreng hasil
olahannya. Tantangan Wildan dalam membesarkan usahanya tidak selalu
berjalan mulus. Stok bahan baku yang ia dapatkan terkadang kosong.
Pernah
ia siasati dengan mengganti bahan baku yang jenis pisangnya berbeda
namun kualitasnya di atas pisang kepok kuning dari Lampung tapi sebagian
besar pelanggannya kecewa. Hingga kini Wildan selalu menjaga mutu.
Ketika stok bahan baku tidak ada, gerainya akan tutup pada esok atau
lusanya. Namun,saat ini dirinya dapat mengantisipasi kekosongan bahan
baku.setiap hari ia menerima 300 tandan pisang yang langsung didatangkan
dari Lampung.
Untuk menyimpan seluruh pasokan
pisangnya, ia memusatkan pada satu gudang yang terletak di daerah
Cipete. Selain itu, Wildan selalu menjaga citra dagangannya dengan cara
menjadikan produknya bisa masuk ke semua kalangan. Dia mengatakan,
walaupun berupa jajanan pasar, produknya bisa menjadi makanan yang
bersih dan semua orang bisa menyukainya. Usaha yang ia geluti hampir
lima tahun ini akhirnya membuahkan hasil. Saat ini ia memiliki 100
pegawai yang tersebar di 15 gerai di seluruh Jabodetabek.
Dia mampu menjual 1.000 potong pisang
pada hari biasa dengan harga per potong Rp2.500. Sementara, di akhir
pekan bisa mencapai 4.000 potong pisang. Itu pun hanya untuk setiap
gerainya. Jika dihitung, Wildan bisa mengantongi omzet penjualan Rp. 2,5
juta per hari tiap gerainya. Bila saat ini ia memiliki 15 gerai,
berarti Wildan memiliki omzet penjualan Rp. 37,5 juta per hari dan dalam
sebulan omzetnya mencapai Rp. 1,125 miliar. Selain bisnis pisang
goreng,Wildan melakukan inovasi baru yakni membuat kompor pintar untuk
mendongkrak penjualan pisang gorengnya.
Wildan mengaku, dengan
adanya kompor pintar ini dapat memberikan berbagai keuntungan. Salah
satu keuntungan yang ia dapat yakni bisa menghemat 20% bahan bakar dalam
pemakaian gas 12 kg. Bila dengan kompor gas biasa setiap menggoreng
hanya bisa 20 pisang. Tetapi sekarang dengan kompor pintar bisa
menggoreng hampir 100 pisang sekali goreng, ucapnya sumringah.
Penghematan waktu menggoreng juga diamini pria yang dulunya pernah
bekerja sebagai salesman panci ini.
Rata-rata setiap menggoreng tanpa kompor
pintar berkisar 15-20 menit namun sekarang 10 menit saja sudah bisa
dicapai, demikian Wildan bertutur. Dengan kesuksesan yang sudah
diraihnya saat ini tidak membuat Wildan berpuas diri. Wildan selalu
mencari celah untuk bisa memasarkan produknya ke segala lapisan
konsumen. Ini terlihat dari rencananya ke depan yang akan menjual pisang
goreng pasir ke tempat-tempat yang tidak mungkin dijangkau olehnya.
Seperti terminal ataupun kampus-kampus
dengan cara menggunakan sepeda motor yang sedang dia modifikasi saat
ini. Rencananya untuk memasarkan produk melalui delevery order atau
sepeda motor adalah salah satu solusi un-tuk para konsumen yang selalu
meminta dirinya menjadi partner bisnis.
Wildan juga sempat
mendapat tawaran di dalam negeri maupun di beberapa negara tetangga
untuk menjadi rekanan. Lagi-lagi Wildan belum siap menerima tawaran itu.
Dikhawatirkan akan merusak bahan baku pisang karena terlalu lama dalam
pengirimannya.
Post a Comment