Tak pernah terpikir oleh Irene akan menjadi pemilik dan pendiri PT
Recycle Indonesia Utama Mandiri (Recyclindo), perusahaan yang
menyediakan solusi menciptakan lingkungan hidup yang bersih. Recyclindo
menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis zero waste management.
“Kalaupun mimpi punya bisnis, saya ingin berbisnis kuliner atau
restoran, karena bidang saya F&B,” ujar wanita kelahiran 29 April
1974 ini. Lantas, apa yang membuatnya tertarik pada masalah sampah
hingga mau nyemplung dan menjadikannya sebagai ladang bisnis?
Sejak lama ia prihatin melihat perilaku masyarakat yang cenderung
cuek pada sampah. Kepeduliannya ini kemudian diwujudkan dengan membeli
sampah dari staf housekeeping hotel, berupa kertas, botol, dan kaleng
aluminium, untuk kemudian dijual lagi.
Irene lalu mulai belajar cara mengolah sampah dengan mengambil kursus
3 hari intensif mengenai zero waste management di BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi). “Dari kursus itu, wawasan saya
makin terbuka tentang apa yang bisa saya lakukan pada sampah.”
Saat mengambil kursus itu, ada pengalaman yang membekas, antara lain
kunjungan ke tempat pembuangan sampah Bantar Gebang, Bekasi, dan rumah
jagal DKI di Cakung. Di Bantar Gebang, Irene tertegun melihat
berbukit-bukit sampah. “Saya sempat ‘mabuk’, mungkin karena tidak
terbiasa mencium bau sampah. Apalagi, saya alergi terhadap debu,”
ujarnya seperti dilansir Femina.
Lain lagi pengalaman yang ia peroleh saat mendatangi rumah jagal DKI,
tempat pemotongan hewan. Di dekat situ ada tempat pengomposan dari
bahan sisa daging. “Ya, ampun, baunya tajam dan menyengat! Setelah
kunjungan itu, saya langsung jatuh sakit. Tapi, dalam 3 hari itu banyak
sekali pelajaran berharga yang saya peroleh,” tutur Irene.
Usahanya berjalan setahap demi setahap. Dari awalnya berburu sampah
kering, naik truk dengan membawa tas kresek ke mana-mana, sampai
akhirnya ia punya langganan pemasok. Ia mendapat kontrak untuk
mengangkut sampah non-organik. Sisanya masih
dibuang ke tempat pembuangan milik Pemda.
dibuang ke tempat pembuangan milik Pemda.
Ia tak segan merogoh kocek Rp100 jutaan sebagai modal awal, antara
lain untuk membeli truk second-hand dan menyewa lahan sebagai gudang.
“Mengolah sampah organik itu tidak mudah. Untuk itu, kami perlu lahan
lebih luas. Kalau salah, nanti bisa-bisa dikomplain tetangga,” ujar
Irene, yang mengambil lokasi di kawasan Cinangka, Sawangan, Depok.
Irene mulai mencari lahan baru di daerah Parung, Bogor. Ia ingin
lebih memaksimalkan pengolahan sampah. Sejak akhir 2009, di tempat
barunya itu ia mulai mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.
“Learning by doing. Kami hire konsultan untuk memastikan proses yang
kami lakukan ini sudah benar. Misalnya, kompoisi dan kelelembapannya.
Kompos harus selalu basah, supaya cepat busuk.”
Semua Sampah Bernilai
Semua Sampah Bernilai
Untuk jasa pengangkutan sampah, Irene memperkirakan omzetnya sekitar
Rp15 juta per bulan. Belum lagi, pemasukan dari penjualan sampah daur
ulang yang beratnya beratus-ratus kg, menghasilkan lebih dari Rp15 juta.
Untuk pengolahan sampah organik, kisaran omzet per bulan bisa sekitar
Rp5 juta. Banyaknya sampah berupa sisa makanan dari hotel dan resto
membuat Irene terpikir untuk membuat peternakan ikan lele di Parung.
Sisa makanan itu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Omzet dari kolam
lele kira-kira Rp10 juta. “Total pemasukan dalam sebulan paling sedikit
Rp45 juta.”
Irene menerangkan, belakangan ia dipercaya perusahaan besar untuk
menangani sampah mereka. Perusahaan itu tidak ingin sampahnya terbuang
begitu saja. “Mulai banyak perusahaan yang sudah menerapkan konsep ramah
lingkungan kemudian memilih kami. Mereka tidak mau sampahnya tidak
diapa-apain. Hal itu rupanya sudah menjadi bagian dari komitmen CSR
mereka,” tutur Irene.
Untuk sampah daur ulang, seperti kantong plastik, kertas, kardus, dan
botol kaca, banyak sekali pabrik yang memerlukannya. Antara lain,
pabrik di Tangerang, Parung, Cikarang. “Yang jelas, semua sampah bisa
diolah lagi atau dijadikan bentuk lain. Alumunium dan kaleng bisa
langsung dilebur, digunting, atau diolah menjadi handycraft. Botol gelas
bisa dipakai lagi. Yang sudah tidak bisa terpakai, diolah oleh pabrik
keramik. Kardus dan kertas diolah lagi oleh pabrik kertas. Botol soft
drink yang terbuat dari bahan jenis polyethylene terephthalate, bisa
diolah menjadi bahan kain yang stretch,” terang Irene.
Sampah yang datang dikumpulkan di Parung, lalu diseleksi. Irene
mengelompokkan sampah ke dalam beberapa kategori. Sampah plastik saja
masih dibagi menjadi beberapa jenis, misalnya ada plastik yang berupa
kemasan botol sampo, kemasan botol air mineral, kemasan soft drink, dan
plastik hitam.
Selain itu, dipisahkan mana yang bisa didaur ulang untuk dijual lagi.
Sampah organik bisa dibuat pupuk kompos dan pupuk cair. Sampah dari
sisa makanan untuk pakan ikan dan hewan ternak. Residunya, yang tidak
bisa diapa-apakan, baru dibakar di oven pembakaran. “Yang tersisa
Benar-benar tinggal debu,” kata Irene, senang.
Di sisi lain, ada yang berpikir, sampah bernilai tinggi sehingga
tidak perlu membayar jasa pelayananan. “Kan tetap ada biaya operasional.
Untuk pengangkutannya saja perlu biaya. Mengangkut dan mengolah sampah
adalah dua hal berbeda,” ujar lulusan D4 MTU (Manajemen Transportasi
Udara) Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti, ini.
Dulu Irene yang mencari-cari pabrik untuk dipasok sampah daur ulang,
sekarang klien yang mencarinya. Kendati belum ada rencana untuk
membesarkan bisnisnya, Irene masih terus memikirkan cara memberdayakan
sampah, agar bisa digunakan kembali. Belum lama, Irene melakukan uji
coba dengan menanam cabai dan papaya jenis california. Ia sedang
mengeksplorasi bisnis nursery untuk memanfaatkan pupuk organiknya.
Sebenarnya, Irene melihat, masih banyak peluang lain yang bisa
dijajaki dari limbah sampah. Misalnya, diolah menjadi kerajinan tangan,
aksesori, barang fashion, dan manik-manik kaca. Ia akan menyambut
positif, jika ada pihak yang ingin bekerja sama dalam pengolahan limbah
untuk kerajinan.
“Kini saya sedang ingin mempelajari cara membuat pelet ikan dari sisa
makanan. Saya dengar di Sumatra Barat ada orang yang mendapat
penghargaan, karena sukses mengolah sampah pasar menjadi bahan makanan
ikan. Saya sedang mencari infonya,” tutur Irene, bersemangat.
Irene punya kebiasaan unik setiap kali traveling ke luar negeri.
Bukannya memotret tempat-tempat indah, ia mengamati tempat sampah dan
pengolahan sampah di tiap kota yang disambanginya. Ia mengaku takjub
dengan masalah manajemen persampahan di luar negeri. Kata Irene, tempat
sampah di mana-mana sudah dipisah sesuai jenis.
Di Australia, tempat sampah ditandai dengan warna kuning, biru, dan
merah. Perusahaan yang menangani pengangkutan dan pengolahan sampah
biasanya berdasarkan tender. Di sana, pemerintah punya plan pengolahan
sampah dan menerapkan zero waste management.
Di Singapura, ada pusat daur ulang sampah kertas. “Sampah adalah
proyek sangat mahal. Tapi, kalau kita tahu cara mengolahnya, bisa
menjadi sumber pendapatan,” kata Irene, menirukan ucapan warga Singapura
pengusaha distributor tempat sampah.
Irene bercerita Singapura juga punya tempat pembuangan sampah dengan
teknologi maju. Sampah sudah dipisah-pisah, residunya langsung masuk ke
tempat pembakaran sampah. Di Dubai, setiap beberapa unit rumah dan vila
disediakan kontainer sampah tertutup. Truk sampah datang setiap hari
pada saat gelap.
Irene merasa miris, jika bicara soal sampah di negeri ini. “Kesadaran
masyarakat untuk tertib buang sampah pada tempatnya masih rendah. Dari
pihak pemerintah, belum ada keseriusan dalam menangani sampah. Ada
daerah yang warganya terpaksa patungan menyewa truk sampah, karena
sampah mereka tak kunjung diangkut. Di pusat pembuangan sampah, limbah
hanya dibiarkan tanpa diolah,” kata Irene, menyayangkan.
Agar tercipta lingkungan yang bersih, ia berharap pemerintah bersedia
menyubsidi tempat-tempat sampah, di setiap beberapa titik disediakan
tempat sampah besar atau kontainer. “Kalau melihat tumpukan sampah, saya
geregetan ingin mengangkut. Tapi, kalau saya angkut hari ini, biasanya
besok akan ada lagi. Hari ini ada satu, besoknya ada lagi yang
melempar,” tutur Irene, yang akan menyambut baik para pemain baru di
bisnis ini. (as)
Sumber : Menyulap Sampah Menjadi Laba
Post a Comment