http://dvdmurottal4mode.blogspot.com/

Home » , » Memahami Al-Bisathah (Kesederhanaan)

Memahami Al-Bisathah (Kesederhanaan)

Written By Cetakan Puding Silikon on Tuesday 17 March 2015 | 06:35


Al-Bisathah artinya kesederhanaan. Syaikh Muhammad Al-Ghazaly dalam khuluqul muslim-nya menjelaskan bahwa Islam sangat menekankan pemeluknya untuk menempuh cara hidup sederhana. Misalnya dalam hal berpakaian, Islam tidak menyukai orang yang berpakaian mewah atau membangga-banggakannya. Islam tidak memandang penampilan yang baik sebagai unsur kebesaran seseorang atau tanda keluhuran budi pekertinya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mungkin orang yang tampak kumal, kotor dan hanya mempunyai dua potong baju usang, bila memohon kepada Allah, ia akan dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi).
Adalah suatu ketololan jika seseorang menjadikan dirinya sebagai tempat memamerkan pakaian untuk dikagumi orang banyak. Ada pula sementara orang yang membuang waktu berjam-jam lamanya hanya untuk membuat dirinya kelihatan cantik, tampan, dan anggun. Mereka mengira bahwa indahnya pakaian yang melekat pada tubuhnya itu merupakan tanda kesempurnaan dan kemampuan.
Islam mencela kebiasaan hidup seperti itu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memakai baju kebanggaan di dunia, maka pada hari kiamat Allah akan mengenakannya pakaian kehinaan dan akan dikobarkan api padanya.” (HR. Ibnu Majah).
Namun, itu tidak berarti Islam menghendaki supaya para pemeluknya mengenakan pakaian compang-camping atau baju usang dan kumal seperti dilakukan sebagian orang yang tidak mengerti. Bahkan Islam tidak menyukai penampilan yang tidak sedap dipandang mata.
Seseorang pernah bertanya kepada Abdullah bin Umar: “Pakaian apakah yang sebaiknya kupakai?” Ia menjawab: “Pakaian yang tidak dicemooh oleh orang-orang yang buruk perangai dan tidak dicela oleh orang-orang yang arif bijaksana.” Orang itu masih bertanya: “Kira-kira yang seharga berapa?” Abdullah menyahut: “Antara lima sampai dua puluh dirham”. (HR. At-Thabrani).[1]
Pernah terjadi peristiwa, seseorang datang menghadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, orang itu berpakaian jelek. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Apakah engkau mempunyai uang?” Orang itu menjawab: “Ya, aku mempunyai uang.” Beliau bertanya lagi: “Darimana kau dapat uang itu?” Ia menjawab: “Dari rizki yang diberikan Allah kepadaku.” Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat: “Bila Allah memberi rizki kepadamu, hendaklah memperlihatkan nikmat dan karunia-Nya yang diberikan kepadamu.” (HR. An-Nasa’i).
Dalam kesempatan lain beliau bersabda: “Siapa saja di antara kalian yang memperoleh rizki yang longgar, hendaknya menyediakan dua potong baju khusus untuk hari-hari Jum’at, selain dua potong baju yang dipergunakan sehari-hari.” (HR. Abu Dawud).
Tentang masalah mendirikan bangunan, Syaikh Muhammad Al-Ghazaly menyatakan bahwa Islam menyetujui didirikannya bangunan-bangunan yang kokoh kuat menjulang tinggi mencakar langit. Demikian juga bangunan-bangunan untuk kepentingan-kepentingan sekolah, universitas, tempat penampungan, rumah-rumah sakit, dan lain sebagainya, kendatipun untuk mendirikannya dikeluarkan biaya bermilyar-milyar. Islam menyadari bahwa bangunan raksasa seperti itu bermanfaat bagi kemaslahatan umum. Akan tetapi Islam tidak dapat membenarkan bila untuk kepentingan pribadi orang muslim mendirikan bangunan megah yang menghujam ke bumi dan menantang langit.
Adapun mengenai peralatan rumah, syariat Islam telah menetapkan hukumnya yang tegas. Yaitu tidak membenarkan adanya peralatan-peralatan mewah di dalam ruangan rumah, dan tidak menyukai jika rumah itu penuh dengan berbagai macam perhiasan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau hidup bermewah-mewah. Hamba Allah yang baik bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah.” (HR. Ahmad bin Hambal).[2]
Islam memang mencabut sampai ke akar-akarnya cara hidup mewah dari kehidupan individu dan masyarakat agar kesentosaan umat dapat terjamin dan tali persaudaraan di antara sesama kaum muslimin dapat dipertahankan dan diperkokoh.
Suatu umat yang dijangkiti penyakit tenggelam di dalam syahwat dan bergelimang di dalam hal-hal yang terlarang, pasti akan rusak dan binasa.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di tengah-tengah umatku akan terdapat orang-orang yang makan berbagai macam makanan, minum berbagai macam minuman, memakai berbagai macam pakaian, dan gemar mengumbar pembicaraan. Mereka adalah orang-orang yang paling buruk di kalangan umatku.” (HR. At-Thabrani).
Kegoncangan negeri-negeri Islam sebagian besar disebabkan oleh hilangnya cara hidup yang suci dan karena tenggelamnya penduduknya di dalam usaha mengejar kenikmatan duniawi. Padahal mengenai kemerosotan mental itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan: “Yang paling kukhawatirkan mengenai kalian ialah nafsu syahwat yang tersembunyi di dalam perut dan kelamin kalian, serta hawa nafsu yang sangat menyesatkan.” (HR. Ahmad bin Hambal).
Mengakhiri uraian tentang kesederhanaan, Syaikh Muhammad Al-Ghazaly berkata: “Kesederhanaan merupakan inti keutamaan. Yang dimaksud sederhana ialah anda dapat menguasai kehidupan dan mengarahkannya kepada tujuan yang lebih tinggi, bukan anda yang dikuasai oleh kehidupan kemudian anda diarahkan olehnya ke hal-hal yang bersifat rendah. Kesederhanaan juga berarti bahwa anda tidak menjauhkan diri dari kenikmatan hidup, sebab dengan demikian anda akan menyesal dan disesali orang.”

[1] Harga  1 dirham saat tulisan ini di upload, setara dengan Rp 61.000 – Rp 64.000
[2] Kalimat dalam hadits ini ditujukan Nabi kepada Mu’adz bin Jabal sesaat sebelum ia berangkat ke Yaman untuk menunaikan tugas dakwah dari Nabi.
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Pengusaha Muslim Kalimantan Barat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger